SLKI - L.04036 Kontinensia Urin
Kontinensia urin adalah kemampuan untuk menahan urine dalam kandung kemih sampai saat yang tepat untuk buang air kecil. Gangguan pada kontinensia urin dapat memengaruhi kualitas hidup dan mengganggu aktivitas sehari-hari, terutama pada orang yang lebih tua. Gangguan kontinensia urin dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti penuaan, perubahan hormonal, obesitas, kehamilan, infeksi saluran kemih, dan gangguan neurologis.
Perawatan pada pasien dengan gangguan kontinensia urin dapat meliputi pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Pendekatan non-farmakologis meliputi latihan otot panggul, biofeedback, dan elektrostimulasi. Latihan otot panggul dilakukan untuk memperkuat otot-otot yang terlibat dalam mengontrol buang air kecil. Biofeedback digunakan untuk membantu pasien memperoleh kontrol atas otot-otot panggul dan meningkatkan kesadaran diri tentang pergerakan otot-otot tersebut. Elektrostimulasi dilakukan dengan menggunakan alat listrik untuk merangsang otot-otot panggul agar dapat berkontraksi dan memperkuatnya.
Pendekatan farmakologis meliputi penggunaan obat-obatan seperti antikolinergik dan beta-agonis. Antikolinergik digunakan untuk merelaksasi otot-otot kandung kemih sehingga dapat menampung urine lebih banyak. Beta-agonis digunakan untuk menguatkan otot-otot kandung kemih sehingga dapat mempertahankan kontrol dan mencegah kebocoran urine.
Perawatan pada pasien dengan gangguan kontinensia urin juga dapat mencakup modifikasi gaya hidup, seperti menghindari konsumsi alkohol dan kafein, menghindari makanan pedas dan asam, dan mengurangi asupan cairan sebelum tidur. Pasien juga dapat melakukan teknik-teknik relaksasi, seperti meditasi dan yoga, untuk mengurangi stres dan meningkatkan kontrol otot panggul.
Penting bagi perawat untuk memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang pengelolaan gangguan kontinensia urin, termasuk latihan otot panggul, modifikasi gaya hidup, dan penggunaan obat-obatan. Perawat juga harus memantau pasien secara teratur dan mengevaluasi respons terhadap perawatan yang diberikan. Dengan pengelolaan yang tepat, pasien dengan gangguan kontinensia urin dapat mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Definisi
Pola kebiasaan buang air kecil
Ekspektasi
Membaik
Kriteria Hasil
Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5- Kemampuan berkemih (........)
| No. | Kriteria Hasil | Meningkat | Cukup Meningkat | Sedang | Cukup Menurun | Menurun |
|---|---|---|---|---|---|---|
| 1 | Nokturia | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 2 | Residu volume urin setelah berkemih | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 3 | Distensi kandung kemih | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 4 | Dribbling | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 5 | Hesitancy | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 6 | Enuresis | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
| 7 | Verbalisasi pengeluaran urin tidak tuntas | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5
- Frekuensi berkemih (........)
- Sensasi berkemih (........)
Referensi dan Sumber Bacaan:
- PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Tidak ada komentar: