SDKI - D.0052 Risiko Konstipasi
DAFTAR ISI:
PENGETAHUAN UMUM
Risiko Konstipasi adalah diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi di mana seseorang berpotensi mengalami kesulitan untuk buang air besar atau buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu. Kondisi ini sangat umum terjadi dan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko konstipasi, dan dalam artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor risiko tersebut.
- Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang dapat memengaruhi risiko konstipasi. Kebiasaan tidak melakukan aktivitas fisik atau olahraga dapat menyebabkan pergerakan usus yang buruk dan menghambat proses pencernaan. Konsumsi makanan yang kurang serat juga dapat menyebabkan konstipasi. Kebiasaan mengabaikan dorongan untuk buang air besar dapat menyebabkan penumpukan tinja dan menyebabkan konstipasi.
- Kondisi Medis
Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan konstipasi. Misalnya, orang yang memiliki sindrom iritasi usus besar (IBS) atau penyakit Crohn lebih rentan mengalami konstipasi. Orang yang menderita diabetes atau gangguan neurologis seperti multiple sclerosis atau stroke juga dapat mengalami konstipasi. Beberapa obat-obatan seperti opioid, antidepresan, dan obat penghilang rasa sakit juga dapat menyebabkan konstipasi.
- Usia
Kondisi konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang lebih tua. Ini karena usia dapat mempengaruhi gerakan usus dan fungsi pencernaan. Selain itu, orang yang lebih tua mungkin mengalami konsumsi makanan yang kurang serat dan kurang aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan konstipasi.
- Kehamilan
Wanita hamil cenderung mengalami konstipasi karena hormon kehamilan dapat menghambat gerakan usus. Selain itu, janin yang berkembang di dalam rahim dapat memberikan tekanan pada usus dan menyebabkan konstipasi.
- Dehidrasi
Dehidrasi dapat menyebabkan tinja menjadi keras dan sulit untuk dikeluarkan. Orang yang tidak minum cukup air setiap hari lebih rentan mengalami konstipasi.
- Perubahan Lingkungan
Perubahan lingkungan dapat memengaruhi risiko konstipasi. Orang yang bepergian ke daerah yang berbeda atau mengalami perubahan waktu tidur dapat mengalami konstipasi karena gangguan pada jam biologis tubuh.
Terkadang, konstipasi dapat diatasi dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan makan. Konsumsi makanan yang kaya serat, minum cukup air, dan melakukan olahraga secara teratur dapat membantu mencegah konstipasi. Namun, jika kondisi ini berlanjut atau disertai gejala lain seperti perut kembung atau nyeri, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
"Ketika Anda memperlakukan pasien Anda, Anda tidak hanya menyembuhkan tubuh mereka, tetapi juga menyembuhkan hati mereka." - Mimi Novic
Definisi
Berisiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap
Penyebab
Fisiologis
Penurunan motilitas gastrointestinal: kondisi di mana gerakan normal pada saluran pencernaan melambat atau terhenti sehingga memperlambat atau menghambat proses pencernaan makanan dan pengosongan usus.
Pertumbuhan gigi tidak adekuat: kondisi di mana gigi tidak tumbuh dengan baik atau normal, dapat disebabkan oleh kekurangan nutrisi atau masalah kesehatan lainnya.
Ketidakcukupan diet: kondisi di mana diet seseorang tidak mencukupi kebutuhan nutrisinya, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti kekurangan gizi, obesitas, atau penyakit kronis lainnya.
Ketidakcukupan asupan serat: kondisi di mana seseorang tidak mendapatkan cukup serat dalam diet mereka, yang dapat menyebabkan konstipasi dan masalah pencernaan lainnya.
Ketidakcukupan asupan cairan: kondisi di mana seseorang tidak minum cukup cairan, yang dapat menyebabkan dehidrasi dan masalah pencernaan seperti konstipasi.
Aganglionik (mis. Penyakit Hirschsprung): kondisi langka di mana saraf yang mengendalikan gerakan usus tidak berkembang dengan normal, yang dapat menyebabkan konstipasi dan masalah pencernaan lainnya.
Kelemahan otot abdomen: kondisi di mana otot-otot di sekitar perut melemah, yang dapat menyebabkan masalah seperti hernia dan kesulitan buang air besar.
Psikologis
Konfusi adalah keadaan di mana seseorang mengalami kebingungan, ketidakjelasan, atau kebingungan dalam pemikiran dan perilaku. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kondisi medis, efek samping obat-obatan, atau cedera otak.
Depresi adalah gangguan suasana hati yang serius yang ditandai oleh perasaan sedih, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan, kelelahan, perubahan nafsu makan dan tidur, serta pikiran negatif dan putus asa.
Gangguan emosional adalah kondisi yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengelola emosi mereka dengan efektif. Ini bisa berupa gangguan kecemasan, gangguan mood seperti depresi, atau gangguan lainnya yang memengaruhi suasana hati dan perilaku seseorang.
Situasional
Perubahan kebiasaan makan adalah perubahan dalam pola makan seseorang, termasuk jenis makanan yang dikonsumsi dan jadwal makan. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti masalah kesehatan atau perubahan gaya hidup.
Ketidakadekuatan toileting adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol buang air besar atau buang air kecil, dan dapat meliputi kesulitan mengeluarkan atau menahan dorongan untuk buang air besar atau kecil.
Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan terjadi ketika seseorang tidak melakukan cukup aktivitas fisik untuk memenuhi rekomendasi kesehatan yang dianjurkan, seperti tidak berolahraga atau tidak bergerak cukup banyak.
Penyalahgunaan laksatif adalah penggunaan obat pencahar yang berlebihan atau tidak diperlukan, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti dehidrasi dan kerusakan ginjal.
Efek agen farmakologis adalah efek yang dihasilkan oleh obat atau zat kimia lainnya pada tubuh, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Ketidakteraturan kebiasaan defekasi terjadi ketika seseorang tidak buang air besar dengan teratur, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti sembelit.
Kebiasaan menahan dorongan defekasi terjadi ketika seseorang sengaja menunda atau menahan dorongan buang air besar, yang juga dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti sembelit.
Perubahan lingkungan dapat memengaruhi kesehatan seseorang, termasuk pola makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan buang air besar. Contohnya adalah perubahan waktu tidur akibat perjalanan jarak jauh atau perubahan tempat tinggal yang mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik.
Kondisi Klinis Terkait
Lesi/cedera pada medula spinalis adalah kerusakan pada sumsum tulang belakang, yang dapat menyebabkan gangguan sensorik dan motorik pada bagian tubuh yang terhubung dengan area tersebut.
Spina Bifida adalah kelainan lahir di mana tulang belakang dan saraf tulang belakang tidak sepenuhnya tertutup oleh kulit, yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf dan masalah kesehatan lainnya.
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu, yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak dan gejala seperti kelemahan tubuh, kesulitan berbicara, dan masalah kognitif.
Sklerosis multipel adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel saraf dalam otak dan sumsum tulang belakang, yang dapat menyebabkan gangguan motorik, sensorik, dan kognitif.
Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif di mana sel-sel saraf di otak yang menghasilkan dopamine rusak, yang dapat menyebabkan tremor, kekakuan otot, dan masalah kognitif.
Demensia adalah gangguan neurodegeneratif di mana fungsi kognitif seseorang menurun, yang dapat menyebabkan masalah dalam memori, orientasi, dan bahasa.
Hiperparatiroidisme adalah kondisi di mana kelenjar paratiroid menghasilkan terlalu banyak hormon paratiroid, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Hipoparatiroidisme adalah kondisi di mana kelenjar paratiroid tidak menghasilkan cukup hormon paratiroid, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti penurunan kadar kalsium dalam darah.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Luaran Utama
Luaran Tambahan
Keseimbangan Cairan (L.03020)
Keseimbangan Elektrolit (L.03021)
Kontinensia Fekal (L.04035)
Mobilitas Fisik (L.05042)
Status Cairan (L.03208)
Tingkat Keletihan (L.05046)
Tingkat Nyeri (L.08066)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi Utama
Intervensi Pendukung
Edukasi Diet (I.12369)
Edukasi Toilet Training (I.12458)
Identifikasi Risiko (I.14502)
Irigasi Kolostomi (I.04147)
Konseling Nutrisi (I.03094)
Latihan Eliminasi Fekal (I.04150)
Manajemen Cairan (I.03098)
Manajemen Elektrolit (I.03102)
Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
Manajemen Mood (I.09289)
Manajemen Nutrisi (I.03119)
Manajemen Nyeri (I.08238)
Manajemen Prolapsus Rektum (I.04157)
Pemantauan Cairan (I.03121)
Pemantauan Nutrisi (I.03123)
Pemberian Obat Oral (I.03128)
Penurunan Flatus (I.04161)
Perawatan Kehamilan Trimester Kedua dan Ketiga (I.14561)
Perawatan Kehamilan Trimester Pertama (I.15562)
Perawatan Stoma (I.04166)
Promosi Kesehatan Mulut (I.03137)
Promosi Latihan Fisik (I.05183)
Reduksi Ansietas (I.09134)
Surveilans (I.14582)
Terapi Aktivitas (I.05186)
Terapi Relaksasi (I.09326)
Bacaan untuk Referensi:
- Bharucha, A. E. (2017). Constipation. New England Journal of Medicine, 377(6), 560-570.
- National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. (2021). Constipation.
- PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
- PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
- PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Tidak ada komentar: