SDKI - D.0023 Hipovolemia
DAFTAR ISI:
PENGETAHUAN UMUM
Hypovolemia dalam Praktik Keperawatan: Penyebab, Tanda-tanda, dan Tindakan Perawatan
Penyebab Hypovolemia
- Dehidrasi: Dehidrasi terjadi ketika tubuh kehilangan terlalu banyak cairan melalui keringat, diare, atau muntah.
- Pendarahan: Pendarahan dapat menyebabkan kehilangan volume darah yang signifikan dan menyebabkan hypovolemia.
- Cedera: Cedera seperti patah tulang atau luka bakar dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan cairan intravaskular.
- Gangguan Medis: Beberapa gangguan medis seperti diabetes insipidus atau penyakit ginjal dapat menyebabkan kehilangan cairan yang signifikan.
Tanda-tanda dan Gejala Hypovolemia
- Rasa haus yang berlebihan
- Kulit pucat dan dingin
- Denyut nadi yang cepat dan lemah
- Tekanan darah rendah
- Pusing atau kehilangan kesadaran
- Kesulitan bernapas
- Kelelahan dan lemah
Tindakan Perawatan untuk Hypovolemia
- Rehidrasi: Rehidrasi adalah tindakan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dari tubuh. Ini dapat dilakukan melalui oral atau parenteral (intravena) tergantung pada tingkat dehidrasi pasien.
- Pengukuran tekanan darah dan nadi: Memantau tekanan darah dan nadi pasien adalah tindakan penting untuk menentukan tingkat keparahan hypovolemia dan mengukur efektivitas tindakan perawatan.
- Pemberian oksigen: Pemberian oksigen dapat membantu meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan hypovolemia dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk memulihkan diri.
- Monitoring elektrolit: Monitoring elektrolit seperti sodium, potassium, dan magnesium dapat membantu perawat menentukan apakah pasien memerlukan penggantian elektrolit tambahan.
- Menstabilkan kondisi pasien: Jika pasien mengalami hipotensi atau kehilangan kesadaran, perawat harus segera menstabilkan kondisi pasien dan memberikan tindakan darurat seperti pemberian cairan intravena atau pemulihan jalan nafas.
- Kolaborasi Pemberian obat: Beberapa obat dapat digunakan untuk membantu mengatasi hypovolemia, seperti vasopressor dan inotropik, yang dapat meningkatkan kontraksi jantung dan tekanan darah pasien.
- Edukasi pasien: Pasien harus diberikan edukasi tentang tanda-tanda dan gejala hypovolemia, pentingnya menjaga hidrasi yang adekuat, dan langkah-langkah untuk mencegah kondisi ini terjadi kembali di masa depan.
Kesimpulan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Lengkapi Asuhan Keperawatan dengan Luaran dan Intervensi yang Lebih Tepat
Definisi
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraseluler
Penyebab
Kehilangan cairan aktif: Merupakan kehilangan cairan yang terjadi secara aktif dan disengaja, seperti pemberian terapi diuretik, pemberian cairan intravena yang berlebihan, atau pengeluaran urine yang berlebihan. Kehilangan cairan aktif juga dapat terjadi sebagai akibat dari diare atau muntah berulang.
Kegagalan mekanisme regulasi: Merupakan keadaan di mana mekanisme tubuh yang bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak berfungsi dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau gangguan pada hormon antidiuretik (ADH) yang mengatur jumlah air yang disimpan oleh tubuh.
Peningkatan permeabilitas kapiler: Merupakan keadaan di mana dinding kapiler yang memisahkan cairan dari aliran darah menjadi lebih mudah dilewati oleh cairan, sehingga menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan terkumpul di jaringan tubuh. Peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat dari inflamasi atau infeksi, kerusakan jaringan, atau gangguan pada sistem kardiovaskular.
Kekurangan intake cairan: Merupakan keadaan di mana tubuh tidak mendapatkan asupan cairan yang cukup, sehingga menyebabkan dehidrasi. Kekurangan intake cairan dapat terjadi akibat dari berbagai faktor, seperti muntah, diare, ketidakmampuan menelan, atau kurang minum.
Evaporasi: Merupakan keadaan di mana cairan keluar dari tubuh melalui proses penguapan, seperti saat berkeringat atau bernapas. Evaporasi dapat menyebabkan kehilangan cairan yang signifikan, terutama pada kondisi yang panas atau saat aktivitas fisik yang berat.
Gejala & Tanda Mayor:
| Subjektif | Objektif |
|
|
Gejala & Tanda Minor:
| Subjektif | Objektif |
|
|
Kondisi Klinis Terkait
Penyakit Addison: Merupakan kondisi di mana kelenjar adrenal tidak memproduksi cukup hormon kortisol dan aldosteron. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Trauma/perdarahan: Kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan cairan intravaskular, termasuk albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Luka bakar: Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan dalam produksi albumin dan hipoalbuminemia.
AIDS: Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh, termasuk kerusakan pada sel-sel hati yang bertanggung jawab untuk memproduksi albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Penyakit Crohn: Merupakan kondisi inflamasi kronis pada saluran pencernaan, yang dapat mengganggu absorbsi nutrisi dan mempengaruhi produksi albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Muntah: Kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, termasuk albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Diare: Kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, termasuk albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
Kolitis ulseratif: Merupakan kondisi inflamasi pada dinding usus besar, yang dapat mengganggu absorbsi nutrisi dan mempengaruhi produksi albumin, yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Luaran Utama
Luaran Tambahan
Keseimbangan Asam Basa (L.02009)
Keseimbangan Cairan (L.03020)
Keseimbangan Elektrolit (L.03021)
Penyembuhan Luka (L.14130)
Perfusi Perifer (L.02011)
Status Nutrisi (L.03030)
Termoregulasi (L.14134)
Tingkat Perdarahan (L.02017)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi Utama
Manajemen Syok Hipovolemik (I.02050)
Intervensi Pendukung
Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan (I.12361)
Edukasi Pengukuran Nadi Radialis (I.12412)
Insersi Intravena (I.02030)
Insersi Selang Nasogastrik (I.03092)
Konsultasi via Telepon (I.12462)
Manajemen Akses Vena Sentral (I.02031)
Manajemen Aritmia (I.02035)
Manajemen Diare (I.03101)
Manajemen Elektrolit (I.03102)
Manajemen Elektrolit: Hiperkalemia (I.03103)
Manajemen Elektrolit: Hiperkalsemia (I.03104)
Manajemen Elektrolit: Hipermagnesemia (I.03105)
Manajemen Elektrolit: Hipernatremia (I.03106)
Manajemen Elektrolit: Hipokalemia (I.03107)
Manajemen Elektrolit: Hipokalsemia (I.03108)
Manajemen Elektrolit: Hipomagnesemia (I.03109)
Manajemen Elektrolit: Hiponatremia (I.03110)
Manajemen Muntah (I.03118)
Manajemen Medikasi (I.14517)
Manajemen Perdarahan (I.02040)
Manajemen Perdarahan Akhir Masa Kehamilan (I.02041)
Manajemen Perdarahan Antepartum Dipertahankan (I.02042)
Manajemen Perdarahan Antepartum Tidak Dipertahankan (I.02043)
Manajemen Perdarahan Pervaginam (I.02044)
Manajemen Perdarahan Pervaginam Pascapersalinan (I.02045)
Manajemen Syok (I.02048)
Manajemen Spesimen Darah (I.02047)
Pemantauan Cairan (I.03121)
Pemantauan Elektrolit (I.03122)
Pemantauan Hemodinamik Invasif (I.02058)
Pemantauan Neurologis (I.06197)
Pemantauan Tanda Vital (I.02060)
Pemberian Obat (I.02062)
Pemberian Obat Intravena (I.02065)
Pencegahan Perdarahan (I.02067)
Pencegahan Syok (I.02068)
Pengambilan Sampel Darah Arteri (I.02069)
Pengambilan Sampel Darah Vena (I.02070)
Perawatan Jantung Akut (I.02076)
Terapi Intravena (I.02086)
Transfusi Darah (I.02089)
Referensi:
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Tidak ada komentar: